Skip ke Konten

Membumikan 3 Karakter Nabi: Menebar Cinta untuk Manusia dan Semesta

Dr. Budiman, S.Ag., M.HI (Ketua Pengurus Masjid Al-Wasilah IAIN Parepare)

Tulisan ini merupakan refleksi dari khutbah Jum'at yang disampaikan oleh Prof. Dr. Phil. Sahiron Syamsuddin, M.A. (Direktur Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam Kemenag RI) pada 3 Oktober 2025 bertepatan dengan 11 Rabiul Akhir 1447 H. di Masjid Kampus Al-Wasilah. Dalam khutbah tersebut, Prof. Sahiron menekankan pentingnya meniru dan meneladani Sifat dan karakter Rasulullah saw. sebagai figur yang menebarkan cinta, kepedulian, dan kasih sayang dalam kehidupan umat beragama dan berbangsa.

Al-Qur’an menggambarkan kehadiran Rasulullah saw. sebagai anugerah besar bagi umat manusia. Rasulullah diutus bukan hanya untuk menyampaikan risalah, tetapi juga menghadirkan teladan cinta, kasih sayang, dan kepedulian yang mendalam kepada seluruh umat. Allah swt. berfirman dalam QS. At-Taubah: 128.

 لَقَدْ جَآءَكُمْ رَسُولٌ مِّنْ أَنفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُم بِالْمُؤْمِنِينَ رَءُوفٌ رَّحِيمٌ 

Artinya: “Sungguh, telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin.”

Ayat ini menegaskan bahwa Rasulullah saw. adalah sosok yang penuh cinta. Penderitaan umat terasa berat baginya, keselamatan umat menjadi obsesinya, dan kasih sayang kepada kaum beriman senantiasa terpancar dalam sikap dan perilakunya. Dari sini tampak bahwa misi kenabian sejatinya adalah menghadirkan cinta sebagai dasar kehidupan beragama, berbangsa dan bernegara.

Lebih dari itu, Allah swt. juga menegaskan bahwa Nabi Muhammad saw. adalah teladan utama yang wajib dijadikan contoh ikutan. Sebagaimana firman Allah SWT dalam QS. Al-Ahzab: 21.

 لَّقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ ٱللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَن كَانَ يَرْجُوا۟ ٱللَّهَ وَٱلْيَوْمَ ٱلۡـَٔاخِرَ وَذَكَرَ ٱللَّهَ كَثِيرٗا 

Artinya: “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat dan dia banyak mengingat Allah.”

Penetapan Nabi sebagai uswah ḥasanah menyiratkan bahwa segala aspek kehidupan beliau—dari ibadah, akhlak, hingga interaksi sosial—merupakan peta jalan bagi umat. Maka, meneladani Nabi sejatinya berarti meneladani jalan cinta yang ia ajarkan.

Karakter atau sifat cinta Nabi saw. dapat dilihat dari tiga hal mendasar. 

1. Kepedulian

Nabi merasakan penderitaan sesama seolah-olah penderitaan itu miliknya sendiri. Dengan kata lain, Nabi itu 'menderita' atas penderitaan sesama, siapapun orangnya. Ketika ada sahabat yang lapar, Nabi ikut merasakan lapar. Ketika umatnya ditimpa kesusahan, ia mendoakan dan berusaha mencari jalan keluar. Kepedulian Nabi tidak terbatas pada umat Islam, melainkan juga kepada tetangga non-Muslim dan siapa pun yang membutuhkan bantuan.

2. Komitmen (antusiasme) untuk meningkatkan kapasitas sesama

Nabi tidak ingin umatnya terjebak dalam kebodohan. Ia mendorong sahabatnya untuk belajar, menulis, dan berdagang dengan jujur. Bahkan tawanan perang yang melek huruf diberi tugas mengajar anak-anak Muslim sebagai syarat kebebasannya. Hal ini menunjukkan bahwa cinta Nabi terwujud dalam pemberdayaan dan pembangunan manusia. Sejarah mencatat, sahabat yang hanya 4 tahun membersamai nabi saw. ia telah mampu meriwayatkan ribuan hadis. Itulah Abu Hurairah. 

3. Menebarkan kasih sayang terhadap orang-orang beriman.

Dalam banyak riwayat, Nabi digambarkan begitu lembut dan penuh cinta kepada sahabatnya. Ia menumbuhkan semangat ber-ukhuwah, menanamkan semangat saling membantu, dan menjaga persaudaraan. Kasih sayang ini juga nyata dalam sikapnya terhadap anak-anak dan keluarga, di mana beliau tidak segan bermain, bercanda, dan mengekspresikan rasa cinta secara terbuka.

Karakter cinta Nabi saw. inilah yang menjadi teladan abadi bagi umat Islam. Dalam dunia modern yang sarat dengan konflik, intoleransi, dan krisis kemanusiaan, keteladanan Nabi saw. perlu dihidupkan kembali, khususnya dalam pendidikan dan kehidupan sosial. Menebarkan cinta seperti Nabi berarti peduli terhadap penderitaan orang lain, bersemangat membangun kualitas manusia dan meningkatkan kapasitas, serta menyebarkan kasih sayang dan persaudaraan.

Hanya dengan jalan cinta inilah, umat Islam dapat benar-benar mewujudkan ajaran Islam sebagai rahmatan lil-‘alamin, menjaga persatuan bangsa, serta membangun peradaban yang damai, sejuk dan saling memuliakan.

Dengan demikian, membumikan tiga sifat Nabi: kepedulian, komitmen untuk meningkatkan kapasitas orang lain, serta menebarkan kasih sayang merupakan fondasi etis dan spiritual yang relevan dalam menjawab tantangan kemanusiaan kontemporer. Nilai-nilai tersebut bukan sekadar ajaran normatif, melainkan orientasi praksis yang mampu membangun peradaban yang lebih adil, inklusif, dan harmonis. Dengan menjadikan keteladanan Nabi sebagai pedoman, umat manusia dapat menghadirkan cinta yang tidak hanya terikat pada sesama, tetapi juga meluas kepada semesta, sehingga tercipta kehidupan yang berimbang antara dimensi transendental, sosial, dan ekologis. Wallahu a'lam

Trilogi Cinta Kementerian Agama: Membangun Generasi Cerdas dan Berakhlak
St. Fauziah, S.S., M.Hum. (Dosen Prodi Bahasa dan Sastra Arab IAIN Parepare)