Bulan Maulid tiba.
Di kampung-kampung Bugis dan Makassar, suasananya meriah. Bukan hanya doa dan selawat, tetapi juga tradisi baku maulid.
Saya, orang Sasak-Lombok, pertama kali mengikuti baku maulid tradisi Bugis-Makassar ketika baru melanjutkan studi S-2 di Makassar pada tahun 2007. Masjid dan musala penuh jemaah. Makanan tersaji berlapis-lapis, bersama burra dari pohon pisang yang dihias, ditancapi bambu, dan telur warna-warni. Seusai acara, panitia membawa banyak baku (bingkisan dari ember atau wadah lain) berisi ketan, lauk, dan kue. Lalu ditukar dengan baku milik tetangga. Semua mendapat. Semua merasa senang.
Kalau dipikir-pikir, baku maulid itu sebenarnya mirip riset Dunn dkk. yang sudah lama dipraktikkan orang Sulawesi Selatan. Pada tahun 2008, peneliti dari Kanada itu menulis di Journal Science: uang yang dipakai untuk orang lain membuat kita lebih bahagia dibandingkan uang yang dipakai untuk diri sendiri.
Di Sulsel, tanpa perlu membaca jurnal, orang sudah tahu: berbagi makanan di bulan Maulid membuat hati lebih lapang. Jemaah bahagia karena bisa berbagi. Tamu bahagia karena merasa dihargai. Tetangga bahagia karena mendapat giliran. Anak-anak paling bahagia karena bisa menyantap banyak kue manis lebih banyak daripada biasanya.
Semuanya saling memberi. Saling menerima. Kebahagiaan itu pun menyebar.
Tradisi ini mungkin terlihat sederhana, hanya tukar-menukar baku. Namun, dampaknya luar biasa: ada rasa kebersamaan, rasa cukup, dan rasa syukur.
Sekarang kita hidup di zaman belanja daring. Klik-klik-klik, barang pun datang. Bahagia? Ya, tetapi hanya sebentar. Tidak sama dengan bahagia setelah memberi.
Baku maulid mengajarkan: kebahagiaan bertahan lebih lama bila lahir dari berbagi, bukan dari membeli.
Nabi sudah lama bersabda: harta tidak akan berkurang karena sedekah. Sains baru mengakuinya seribu empat ratus tahun kemudian.
Mungkin inilah yang membuat wajah orang-orang Sulsel tampak cerah setiap Maulid. Mereka tahu rahasia sederhana itu: bahagia bukan dari apa yang disimpan, melainkan dari apa yang dibagikan.
Parepare, 12 September 2025